Senin, 05 Maret 2018

Cukup Cinta Monyet



Dia datang lagi. Seseorang dari masa lalu yang sempat terlewatkan dalam kehidupanku. Mungkin bisa di sebut cinta pertama atau bisa juga cinta monyet. Tapi itu sudah lama sekali.
Afkar. Sebuah nama yang pernah tertulis dihatiku. Lima belas tahun silam saat aku masih duduk di bangku SMP. Seorang laki-laki yang baru pindah dari luar kota tiba-tiba masuk di kelasku dan menjadi pusat perhatian. Wajahnya yang rupawan dan terlihat lebih sopan dibandingkan anak laki-laki seusianya di kelas VII.2.
Rumahnya tak jauh dari rumahku, setiap berangkat dan pulang sekolah tanpa dia sadari aku berjalan di belakangnya. Ingin rasanya aku berjalan bersebelahan dengannya tapi aku ragu. Aku harus ngobrol apa saat bersebelahan dengannya?? Tentang pelajaran tadi di sekolah?? Tentang hobinya?? Atau tentang aku?? Hmmm...nggak mungkin.
Sesekali aku nyengir membayangkan apa yang ingin aku lakukan saat berpapasan dengannya. Bingung campur aduk berharap dia yang menegurku terlebih dulu.
Tapi hingga 15 tahun berlalu, aku belum sempat mengenalnya lebih dekat. Aku hanya sempat mengaguminya, cemburu melihatnya sibuk dengan gadis-gadis yang mendekatinya, marah setiap dengar kabar dia jadian. Serasa aku paling buruk sedunia hanya karena gagal membuatnya tahu aku suka dia.
Selang 15 tahun terlewati, aku bertemu dia lagi. Dia bersepeda ke lapangan tempat anak-anak main sepak bola. Tiba-tiba dadaku seperti berhenti. “Dia ...,”gumamku keheranan melihat dia yang sudah 15 tahun tak ada kabar karena melanjutkan sekolahnya di Bandung.
Sebenarnya dalam hati aku ingin memastikan apa benar yang baru saja aku lihat. Tapi, aku masih sibuk beres-beres rumah.  Tak kuhiraukan sekelebat bayangan masa lalu yang baru saja membuat jantungku berhenti sejenak. “OK, masa lalu Mila, masa lalu,” aku bergumam lagi.
Selang 3 hari sejak pagi itu, ada permintaan pertemanan di aplikasi smartphoneku. Tanpa pikir panjang aku terima saja. Tak lama setelah itu, ada pesan masuk. “Hai, Mila. Apa kabar??”
Aku ingin membalasnya tapi kupastikan dulu siapa yang punya pin itu. Ku buka profilnya, statusnya “BUSY”. Gambarnya foto anak kecil. Aku penasaran, mungkin saja dia teman SMA ku yang sudah lama lost contact. “Alhamdulillah baik, maaf ini siapa ya??”
Beberapa menit kemudian terdengar ada suara pesan masuk. Tapi aku masih sibuk dengan Nadia yang minta ditemani main boneka di teras. Satu jam kemudian baru aku baca pesan itu. “ Aku afkar, masih inget aku kan?”
Deg. Lagi-lagi dadaku serasa dihantam palu. Sakit dan bingung harus bagaimana. Aku balas sesingkat mungkin. “Iya,inget kok,”
Dia tidak membalas lagi. Aku pun tak berharap banyak dari obrolan singkat itu.
Semakin hari semakin sering dia mengirim pesan untukkku, meski hanya sekedar bertegur sapa. Terkadang aku merasa bingung karena dia seolah memberiku angin segar di tengah kehidupanku.
Sampai pada suatu hari terjadilah sebuah percakapan antara aku dan afkar. “Mil, bener nggak sih kamu suka sama aku?”
Pertanyaan afkar membuatku terkejut dan terdiam beberapa saat. “Maksud kamu apa?”
“Hmmm... iya, aku tanya apa kamu suka sama aku? Karena aku sebenernya udah lama suka sama kamu. Aku kagum sama kamu,”
“Pertanyaan kamu kayaknya udah gag pantes deh untuk saat ini,”
“Kenapa?”tanya Afkar heran.
“Kamu tahu kan, seminggu lagi aku menikah? Udah basi kalau kita ngomongin perasaan yang udah lewat,”ujarku
“Justru karena sebentar lagi kamu menikah, aku pengin ada kepastian dari kamu. Apa kamu masih ada rasa sama aku, seperti dulu waktu jaman SMP?” Afkar semakin menddesak.
“Lalu, kalau aku masih punya perasaan yang seperti itu, apa untungnya buat aku? Sekarang aku sudah memiliki calon pendamping hidup, Fikri. Dia yang selalu ada dalam suka duka ku, bukan kamu yang hanya menjadi angan-angan indah dalam mimpiku,”
“Setidaknya aku ingin kamu tahu bahwa aku selama ini suka sama kamu, dan berharap aku yang jadi pendamping hidupmu. Bukan yang lain.”
“Terlambat, aku sudah mencintai Fikri lebih dari rasaku untukmu saat itu. Dan meskipun saat ini aku masih menyimpan sedikit perasaan untukmu, aku nggak akan pernah berpaling dari Fikri. Aku ingin menjadi perempuan satu-satunya untuk Fikri, dan ini adalah caraku untuk mencintainya.”
Tak lama berselang, air mataku menetes perlahan. Dadaku mulai sesak dengan berbagai kalimat yang ingin aku lontarkan pada Afkar. Tapi bibirku terasa kaku dan kelu, hanya isak tangis yang memecah suasana gundah di sore itu. Rasa sesalku bukan karena aku lebih memilih Fikri, tapi karena Afkar membuka luka itu di saat aku mulai bangkit dari keterpurukan. Aku sedang berusaha melupakan Afkar dari hidupku tapi justru dia datang dan mengungkapkan perasaannya. Harusnya dia jelaskan semua jauh sebelum aku memberikan seluruh cintaku untuk Fikri.
Semua sudah terlambat, aku mencoba untuk tetap setia pada lelakiku. Aku percaya Tuhan pasti sudah siapkan jalan hidup yang indah untukku bersama Fikri. Kebahagiaan yang mungkin belum pernah aku bayangkan sebelumnya.
“Maaf Afkar, aku memang dulu menyayangimu. Aku selalu berusaha untuk dekat denganmu, mencari perhatianmu dari berbagai sisi meskipun aku gagal untuk membuatmu paham perasaanku saat itu. Sesekali aku berpikir kamu pun memperhatikanku tapi seringkali kamu acuh sama aku. Bahkan aku ikut ekstrakurikuler bulutangkis pun karena aku pengin punya waktu lebih untuk melihatmu,”
“Maafin aku Mila. Saat itu aku masih ragu apa yang harus aku lakukan. Aku baru yakin setelah aku membaca catatan-catatan kecil yang kamu selipkan di meja dulu. Aku masih menyimpannya Mila,” Afkar membuka sebuah kotak berisi penuh kertas-kertas usang dariku. Dia sodorkan padaku dan aku seketika menampiknya. “Jangan lagi Afkar, aku udah cukup sakit mengagumimu lebih dari 10 tahun tanpa balasan apapun,”
“Tapi saat ini aku ingin menebus semua kesalahanku dulu Mil,”
“Sekarang?? Kamu akan membalas rasa cinta seorang gadis yang seminggu lagi mau menikah? Kamu mau merusak kebahagiaanku untuk kedua kalinya?? Cukup Afkar,aku sudah bahagia mencintai Fikri,”
Aku berlalu. Membiarkannya termangu dengan sekotak kenangan di masa lalu. Mungkin memang menyakitkan. Tapi ini yang terbaik. Cintaku bukan kisah telenovela, drama india, ataupun drama korea yang bisa berakhir dengan cinta pertama. Kisahku akan berlabuh pada cinta terakhir yang juga cinta sejatiku. Fikri.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar